Senin, 28 Oktober 2013

Sumpah Bukan Asal Sumpah

Sumpah yang diucapkan dengan penuh kesadaran menghasilkan sesuatu yang besar. Salah satunya tentu Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Sebaliknya sumpah diucapkan asal ucap hanya demi formalitas berpotensi menghasilkan malapetaka. Contohnya, pejabat yang disumpah untuk tidak korupsi ternyata tertangkap tangan merampok uang rakyat.

Saat orang mengucapkan sumpah seharusnya didasari kesadaran dan keinginan kuat untuk menjalankan apa yang diucapkan. Menurut saya, orang yang melanggar sumpah itu orang munafik kelas kakap dan tidak layak diberi amanah yang besar. Mereka adalah orang-orang yang tidak konsisten.

Seorang dokter yang melanggar sumpah seharusnya langsung dicabut izin praktiknya. Bila ia seorang pejabat maka harus langsung dipecat dengan tidak hormat. Sebab, suatu negara yang dijalankan orang-orang yang melanggar sumpah negaranya akan semakin lemah. Sangatlah wajar bila sangsi besar ditimpakan kepada para pelanggar sumpah.

Secara pribadi kita juga diperbolehkan bersumpah. Dulu saat usia 24 tahun, saya pernah bersumpah, “Demi Allah, saya akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk memberangkatkan orang tua saya ke tanah suci sebelum usia saya 42 tahun.” Angka 42 untuk memudahkan saya mengingat bahwa saya pernah bersumpah di usia 24 untuk mewujudkannya di usia kebalikan dari angka itu, 42.

Alhamdulillah sumpah itu terwujud saat saya berusia 40 tahun. Suatu ketika saya juga pernah bersumpah tetapi gagal mentaatinya. Ketika saya bertanya kepada para ulama terpercaya ternyata sanksi dari ketidaktaatan terhadap sumpah itu sangatlah besar. Saya harus membayar denda, memberi makan orang miskin dan berpuasa.

Oleh karena itu, saya enggan meneruskan untuk bekerja sebagai PNS (Pegawa Negeri Sipil) karena ada sumpah yang harus saya taati. Ketika itu saya sadar bahwa keimanan dan mental saya masih sangatlah lemah, daripada saya melanggar sumpah lebih baik saya bekerja di tempat yang tidak mengharuskan saya membaca sumpah.

Sumpah bukanlah asal terucap. Membaca sumpah itu memiliki banyak konsekwensi baik di dunia maupun di akhirat. Sumpah asal sumpah sebenarnya menjadikan Anda sampah kehidupan. Sumpah asal sumpah juga menjadikan Anda layak dibuang ke tempat yang kotor di dunia dan tempat yang penuh siksa di akhirat. Waspadalah!


Repost from kek @JamilAzzaini
http://jamilazzaini.com/sumpah-bukan-asal-sumpah/#comment-16984

Senin, 21 Oktober 2013

Should I happy?

Kemarin malam sekitar pukul setengah tujuh aku menerima sms yang memberitahukan bahwa aku diterima pada program Global Youth Ambasaador yang diadakan oleh AIESEC, sebuah organisasi internasional yang beranggotakan mahasiswa di lebih dari 100 negara.

Saat membaca sms tersebut gak tau kenapa aku ngerasa flat. Seneng nggak, sedih juga nggak. Padahal seharian itu aku deg-degan banget nungguin pengumumannya. Berharap banget pengen diterima secara negara yang aku pilih sebagai tujuan adalah Turki. Kebayang kan betapa ngarepnya aku.
Oia, program ini semacam program exchange dimana member AIESEC masing-masing negara akan bertukar negara untuk membantu megerjakan project sosial yang akan dilakukan negara tujuan. Nah, jadi di satu negara itu para EP (Exchange Participant) dari berbagai belahan dunia akan bekerjasama untuk menyukseskan project sosial negara tersebut. Asik kan? Jadi EP ini bisa dibilang volunteer.

Tapi...
Sayangnya program ini menggunakan biaya pribadi. Jadi, AIESEC ini hanya menjembatani aja.
Paling biaya yang ditanggung adalah biaya penginapan dan makanan. Itupun tergantung negara tujuannya juga, ada yang mau menanggung keduanya, ada yang cuma salah satunya.

Hari sabtu kemarin itulah pendaftaran sekaligus seleksi interviewnya. Perwakilan dari AIESEC bandung (kak Sonya) dateng ke kampus aku untuk ngasih info session dan langsung mengadakan interview untuk program GYAP ini.
Sebenernya aku udah tau kalo program ini gak gratis sepenuhnya, malah banyak biaya yang mesti kita tanggung seperti tiket pesawat, visa, asuransi, dll. Tapi gak tau kenapa aku tetep pengen daftar dan ngerasa yakin bakal bisa dapetin uang buat berangkat dengan cara apapun (yang halal tentunya). Ntah itu pake proposal atau gimana. Pokoknya aku pengen pertukaran ke luar negeri. Titik.

Setelah mendengarkan penjelasan dari kak Sonya aku makin mantep pengen ikut program ini. Sumpah, kak Sonya asik banget orangnya. Apalagi kak Sonya menekankan bahwa program ini bener-bener bakal mengembangkan diri kita. Mulai dari bahasa Inggris, kepemimpinan, komunikasi dengan berbagai macam orang, team work, dan bener-bener ngebuka wawasan kita.
Maka setelah info session berakhir aku dengan mantap megumpulakan berkas form yang udah aku siapkan subuhnya.

Aku melewati interview cukup baik menurutku. 90% aku menjawab pertanyaan dengan menggunakan bahasa inggris walaupun grammarnya bertaburan kemana-mana hehe. But I did my best walaupun sebelum interview aku nervous banget (ini kekurangan yg ingin aku hilangkan).

Yah.. so far so good. Aku masih dag dig dug dari selesai interview sampe minggu sore kemarin. Karna pengumuman lolos/tidaknya akan diumumkan pada minggu malam. Sejak sore aku terus-terusan melihat hp ku sambil melihat jam berharap jam semakin cepat berlalu atau sms pengumuman yang dipercepat pengirimannya.
Namun seketika rasa penasaranku hilang. Hilang begitu saja. Aku malah merasa lemessss. Gak semangat. Putus asa. Desperate.
Kenapa?
Saat habis sholat maghrib aku duduk di ruang tengah sambil membawa hp ku (supaya ketika sms masuk aku akan segera membukanya). Abah sedang makan disana dan kemudian berbicara denganku. Kira-kira begini intinya:

"Mbak, kalau nanti ternyata lulus di program pertukarannya dan ternyata biayanya sangat mahal sampai kita belum mampu memenuhinya, abah berharap mbak tidak menyalahkan siapa-siapa. Abah takut ketika mbak tidak bisa pergi karna masalah biaya mbak malah meyesali semuanya. Menyesali kenapa umi dan abah tidak bisa membiayai, menyesal mengapa Allah meluluskan mbak tapi ternyata tidak mempunyai uang yang cukup, dan penyesalan-penyesalan lainnya. Abah tidak mau itu terjadi."

Ucapan abah itulah yang membuatku tidak merasakan apa-apa ketika mendapatkan sms bahwa aku diterima di progran tersebut. Aku berpikir seakan abah punya firasat bahwa aku akn diterima di program itu.
Padahal sebelum mengikuti tes aku berdoa kepada Allah bahwa jika memang aku ditakdirkan untuk berangkat maka luluskanlah aku. Dan jika memang program ini bukan yang terbaik untukku maka jangan luluskan.

Yang ada dikepalaku sekarang adalah pertanyaan apakah aku memang ditakdirkan untuk berangkat? Atau malah sebaliknya?
Aku cuma bisa berdoa dan tentunya berusaha untuk berpikir bagaimana aku bisa mendapatkan sponsor untuk keberangkatanku ini. Waktu berpikirku sampai minggu kedua bulan November. Karena saat itu akan ada induction dan signing contract.

Bismillahirrahmanirrahim. Ya Allah kalo emang ini jalanku untuk mengembangkan diri, tolong mudahkan ya Allah..

Minggu, 20 Oktober 2013

My First Qurban

Selamat Hari Raya Idul Adha!

Alhamdulillah masih dipertemukan dgn Hari Raya Qurban tahun ini. Walupun nge-post nya agak telat tapi gak papa deh ya hehe
Alhamdulillaaaah alhamdulillaaaah makasih banyak ya Allah buat rezeki dan panggilan dari-Mu untukku supaya aku berqurban.

Belum pernah terbayangkan atau bahkan direncanakan aku bakal qurban dengan uangku sendiri tahun ini. Semuanya terjadi begitu saja. Allah memang Maha Besar.
Jadi ceritanya kemarin begini...
Udah lama aku nabung pengen ganti blackberry ku dengan android. Si bebi (nama BB ku) udah gak asik kalo disuruh browsing. Maklum lah udh tipe yang ketinggalan bgt, masih edge :p

Jadi kemarin ceritanya aku pegen ganti samsung galaxy note II, uang di tabungan juga udah cukup dan masih ada sisa sekitar 1,5 juta.
Lalu tiba-tiba terbersit di pikiran "kamu gak mau qurban kah put tahun ini? Beli hp mahal-mahal sanggup, tapi qurban yg cuma 1,5 jutaan aja kamu gak mau."

Jleb!
Rasanya kalimat itu menohok banget. Dan ntah kenapa hati kecilku langsung mantep untuk berqurban. Aku langsung memberitahukan niatku ini pada kedua orang tuaku. Mereka senang sekali karna kebetulan tahun ini keluarga kami belum bisa berqurban seperti tahun sebelumnya.

Alhamdulillaah, terima kasih ya Allah. Engkau telah menggerakkan hatiku untuk berqurban tahun ini. Semoga tahun ini menjadi langkah awal buatku supaya tiap tahun bisa qurban terus, bahkan aku berharap bisa qurban untuk kedua orangtuaku. Aku gak keberatan uang tabunganku habis. Tapi kalo dipikir sebenernya bukan habis lho, kita nabung buat bekal kita di akhirat, ya nggak? :)