Senin, 21 Oktober 2013

Should I happy?

Kemarin malam sekitar pukul setengah tujuh aku menerima sms yang memberitahukan bahwa aku diterima pada program Global Youth Ambasaador yang diadakan oleh AIESEC, sebuah organisasi internasional yang beranggotakan mahasiswa di lebih dari 100 negara.

Saat membaca sms tersebut gak tau kenapa aku ngerasa flat. Seneng nggak, sedih juga nggak. Padahal seharian itu aku deg-degan banget nungguin pengumumannya. Berharap banget pengen diterima secara negara yang aku pilih sebagai tujuan adalah Turki. Kebayang kan betapa ngarepnya aku.
Oia, program ini semacam program exchange dimana member AIESEC masing-masing negara akan bertukar negara untuk membantu megerjakan project sosial yang akan dilakukan negara tujuan. Nah, jadi di satu negara itu para EP (Exchange Participant) dari berbagai belahan dunia akan bekerjasama untuk menyukseskan project sosial negara tersebut. Asik kan? Jadi EP ini bisa dibilang volunteer.

Tapi...
Sayangnya program ini menggunakan biaya pribadi. Jadi, AIESEC ini hanya menjembatani aja.
Paling biaya yang ditanggung adalah biaya penginapan dan makanan. Itupun tergantung negara tujuannya juga, ada yang mau menanggung keduanya, ada yang cuma salah satunya.

Hari sabtu kemarin itulah pendaftaran sekaligus seleksi interviewnya. Perwakilan dari AIESEC bandung (kak Sonya) dateng ke kampus aku untuk ngasih info session dan langsung mengadakan interview untuk program GYAP ini.
Sebenernya aku udah tau kalo program ini gak gratis sepenuhnya, malah banyak biaya yang mesti kita tanggung seperti tiket pesawat, visa, asuransi, dll. Tapi gak tau kenapa aku tetep pengen daftar dan ngerasa yakin bakal bisa dapetin uang buat berangkat dengan cara apapun (yang halal tentunya). Ntah itu pake proposal atau gimana. Pokoknya aku pengen pertukaran ke luar negeri. Titik.

Setelah mendengarkan penjelasan dari kak Sonya aku makin mantep pengen ikut program ini. Sumpah, kak Sonya asik banget orangnya. Apalagi kak Sonya menekankan bahwa program ini bener-bener bakal mengembangkan diri kita. Mulai dari bahasa Inggris, kepemimpinan, komunikasi dengan berbagai macam orang, team work, dan bener-bener ngebuka wawasan kita.
Maka setelah info session berakhir aku dengan mantap megumpulakan berkas form yang udah aku siapkan subuhnya.

Aku melewati interview cukup baik menurutku. 90% aku menjawab pertanyaan dengan menggunakan bahasa inggris walaupun grammarnya bertaburan kemana-mana hehe. But I did my best walaupun sebelum interview aku nervous banget (ini kekurangan yg ingin aku hilangkan).

Yah.. so far so good. Aku masih dag dig dug dari selesai interview sampe minggu sore kemarin. Karna pengumuman lolos/tidaknya akan diumumkan pada minggu malam. Sejak sore aku terus-terusan melihat hp ku sambil melihat jam berharap jam semakin cepat berlalu atau sms pengumuman yang dipercepat pengirimannya.
Namun seketika rasa penasaranku hilang. Hilang begitu saja. Aku malah merasa lemessss. Gak semangat. Putus asa. Desperate.
Kenapa?
Saat habis sholat maghrib aku duduk di ruang tengah sambil membawa hp ku (supaya ketika sms masuk aku akan segera membukanya). Abah sedang makan disana dan kemudian berbicara denganku. Kira-kira begini intinya:

"Mbak, kalau nanti ternyata lulus di program pertukarannya dan ternyata biayanya sangat mahal sampai kita belum mampu memenuhinya, abah berharap mbak tidak menyalahkan siapa-siapa. Abah takut ketika mbak tidak bisa pergi karna masalah biaya mbak malah meyesali semuanya. Menyesali kenapa umi dan abah tidak bisa membiayai, menyesal mengapa Allah meluluskan mbak tapi ternyata tidak mempunyai uang yang cukup, dan penyesalan-penyesalan lainnya. Abah tidak mau itu terjadi."

Ucapan abah itulah yang membuatku tidak merasakan apa-apa ketika mendapatkan sms bahwa aku diterima di progran tersebut. Aku berpikir seakan abah punya firasat bahwa aku akn diterima di program itu.
Padahal sebelum mengikuti tes aku berdoa kepada Allah bahwa jika memang aku ditakdirkan untuk berangkat maka luluskanlah aku. Dan jika memang program ini bukan yang terbaik untukku maka jangan luluskan.

Yang ada dikepalaku sekarang adalah pertanyaan apakah aku memang ditakdirkan untuk berangkat? Atau malah sebaliknya?
Aku cuma bisa berdoa dan tentunya berusaha untuk berpikir bagaimana aku bisa mendapatkan sponsor untuk keberangkatanku ini. Waktu berpikirku sampai minggu kedua bulan November. Karena saat itu akan ada induction dan signing contract.

Bismillahirrahmanirrahim. Ya Allah kalo emang ini jalanku untuk mengembangkan diri, tolong mudahkan ya Allah..

4 komentar:

  1. Hai mbak, ceritanya menarik, lalu apakah dapat sponsor/proposal dana, atau pakai biaya sendiri? trims

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo, terima kasih. Maaf bgt baru dibalas. Kemarin saya memilih untuk mundur mba pertimbangannya karena kalo dapat sponsor pun sepertinya tidak full.

      Hapus
  2. Kalo aku malah lupa bilang roundtrip ditanggung peserta. Bingung pusing ga karuan. Sedih sih iya pastinya huhuu

    BalasHapus
  3. Kalo aku malah lupa bilang roundtrip ditanggung peserta. Bingung pusing ga karuan. Sedih sih iya pastinya huhuu

    BalasHapus